Selasa, 17 Desember 2013

PROPOSAL USAHA JAMUR TIRAM

RENCANA USAHA

BUDIDAYA JAMUR TIRAM




 



OLEH :

HENI HERMAWATI
2010 0212 032
KEHUTANAN





INSTITUT PERTANIAN (INTAN) YOGYAKARTA






                                                                  PENDAHULUAN


A.    Latar belakang usaha

Semakin berkembangnya usaha kuliner di berbagai daerah yang menghidangankanberagam macam jenis masakan semakin memikat daya konsumsi masyarakat. Dengan suguhan siap saji meruncing ruang gerak masyarakat untuk mencoba segala aneka masakan yang di sediakan tanpa harus mencoba sendiri di rumah. Realita yang sedang gencar di masyarakat saat ini diantaranya yaitu rumah makan jamur. Ini memang baru di masyarakat, namun keberadaannya ternyata sangat di minati bahkan di favoritkan oleh sekalangan besar masyarakat. Olahan masakan yang berbahan baku jamur tiram atau jamur merang ini dapat di olah menjadi berbagai macam masakan.
Ini menjadi peluang usaha yang cukup menjanjikan untuk membuka usaha budidaya jamur tiram. Proses produksinya tidak begitu menyulitkan, mungkin hanya butuh ketelitiaan ketika proses awal produksi saja. Selanjutnya, perawatannya mudah di lakukan dengan selalu memperhatikan suhu dan kelembapan ruangan karena budidaya jamur ini tumbuh di tempat yang suhu udaranya sejuk. Untuk kebutuhan lahannya budidaya jamur tiram ini, membutuhkan ruangan atau serupa dengan rumah jamur. Penataan ruangannya pun jamur tersebut di susun di rak-rak, di tumpuk ke atas sehingga tidak terlalu membutuhkan lahan yang terlalu luas. Dari masa produksinya yaitu ±4 bulan, pada awal bulan pertama sekitar minggu ke dua atau tiga mereka akan tumbuh. Setelah proses pertumbuhan jamur tiram ini akan di panen setiap hari sampai dengan habis masa produksi pertumbuhannya. Karena proses produksinya yang mudah, dan masa panennya yang cepat, dari segi harga penjualannya pun relatif stabil menjadikan usaha budidaya jamur tiram ini banyak di lirik oleh kalangan masyarakat.

B.    Tujuan usaha budidaya jamur tiram

Adapun tujuan yang ingin di capai dalam usaha ini adalah :
1.    Membuka usaha rumahan untuk menunjang perekonomian.
2.    Menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.
3.    Membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar khususnya di daerah Sanggrahan, Seyegan, Sleman.
4.    Memenuhi kebutuhan bahan baku kuliner untuk rumah makan yang menyediakan masakan olahan jamur tiram.


C.    Alasan usaha budidaya jamur tiram

Usaha budidaya jamur tiram cukup menjanjikan prospeknya, di lihat dari segi daya beli masyarakat terhadap jamur tiram ini cukup tinggi. Alasan saya memilih usaha budidaya jamur tiram ini yaitu :
1.    Proses produksinya cepat, perawatanyan mudah, kemudian modal pemeliharaannya tidak banyak.
2.    Kebutuhan lahan tidak begitu luas, bisa memanfaatkan bangunan-bangunan tua yang sudah tidak terpakai kemudian di atur kelembapan udaranya.
3.    Budidaya jamur tiram ini bisa di jadikan lahan usaha sampingan, karena proses pemanenannya yang baik hanya di lakukan pada pagi hari atau bahkan sore hari saat suhu udara sejuk.
4.    Budidaya jamur tiram ini memanfaatkan limbah industri penggergajian kayu, media baglognya lebih baik menggunakan serbuk kayu yang tidak bergetah.
5.    Resiko kegagalan panen bisa di awasi, apabila proses awal pembuatan baglog jamur sebagai media tumbuhnya baik maka resiko kegagalan tidak akan terjadi.
6.    Permintaan bahan baku jamur tiram untuk olahan masakan cukup tinggi, terutama untuk rumah makan besar tentu membutuhkan bahan baku jamur tiram dalam skala besar juga.

D.    Volume pasar

Untuk produksi usaha budidaya jamur tiram di wilayah sanggrahan, seyegan belum begitu banyak, hanya beberapa wilayah saja yang sudah mulai mengembangkan usaha ini. Harga per kg jamur tiram ini bisa di patok harga Rp. 10.000/kg, apabila dalam kemasan di patok harga Rp. 2.000/2 ons. Permintaan ini belum termasuk untuk permintaan usaha olahan pembuatan makanan ringan berbahan dasar jamur tiram, tentunya ini akan lebih membutuhkan bahan baku jamur tiram dalam jumlah yang banyak. Karena biasanya untuk olahan makanan ringan di buat berbagai macam aneka variasi olahan. Selain itu permintaan untuk warung-warung atau kedai-kedai juga banyak di minati.
Namun, sifat ketahanan jamur tiram itu sendiri tidak tahan lama dia akan mudah layu. Banyak masyarakat memanfaatkan ketidaktahanannya itu untuk di buat olahan makanan ringan agar lebih awet. 

E.    Keunggulan Produk

Keunggulan dari jamur tiram ini yaitu jamur tiram segar, karena pemanenannya di lakukan pada pagi hari sekitar subuh. Kemudian pemasaran di lakukan pagi itu juga, sehingga konsumen mendapatkan jamur tiram dalam keadaan masih segar.


                                                      GAMBARAN UMUM USAHA

A.    Latar belakang perusahaan
a.    Nama perusahaan
Usaha ini nantinya akan saya beri nama “ JAMUR MANDIRI”
b.    Struktur organisasi perusahaan
Usaha budidaya jamur tiram ini akan dipimpin oleh saya sendiri, sekaligus sebagai pemilik usaha dan di bantu oleh 2 orang tenaga kerja yang berasal dari warga setempat.
-    Pimpinan
Tugas : Mengawasi jalannya usaha, mengatur proses pemasaran, bertanggung jawab terhadap karyawan, penyediaan sarana dan prasarana produksi.
-    Karyawan

Tugas : Melakukan semua tahapan proses produksi, mulai dari penyediaan baglog jamur sebagai bibit jamur tiram, persiapan bangunan atau rumah jamur, pembuatan dan penataan rak-rak jamur, penyusunan jamur, perawatan dan penyiraman ruangan rumah jamur apabila suhu udara panas, pemanenan, pensortiran, pengemasan, hingga pemasaran.

c.    Upah tenaga kerja
Pemberian upah tenaga kerja di berikan dengan sistem bulanan yaitu Rp. 660.000/bulan untuk jumlah pekerja 2 orang.
B.    Financial
a.    Modal
Untuk menjalankan usaha ini di perlukan modal untuk biaya produksi sebesar Rp. 13.000.000,-. Dimana modal yang saya gunakan adalah modal pribadi.
b.    Harga jual
Harga jual per-kg jamur tiram segar yaitu Rp. 10.000/kg, di harapkan dari 3000 baglog jamur tersebut setiap satu baglog jamurnya menghasilkan minimal ±0,6 ons, apabila dalam pemilihan dan perawatan bibit baglog jamur tersebut bagus dalam satu baglog jamur tersebut bisa menghasilkan makismal ±1 kg. 

                                                               PROSES USAHA

A.    Lokasi usaha

Usaha budidaya jamur tiram ini akan di lakukan di desa Sanggrahan, Seyegan, Sleman, DI Yogyakarta karena lokasi ini sangat memungkinkan untuk usaha budidaya jamur tiram, selain itu biaya tenaga kerja juga lebih murah dan dekat dengan perkampungan.

B.    Sarana produksi
1.    Alat
a.    Sprayer 14 liter
b.    Pencatok kemasan
c.    Plastik mulsa
d.    Bambu
e.    Terpal
f.    Ember
g.    Dinding anyaman bambu
h.    Paku
i.    Kawat
j.    Semen
2.    Bahan
a.    Bibit baglog jamur

C.    Proses produksi

1.    Penyiapan lahan
Persiapan lahan di lakukan dengan membangun rumah jamur di atas tanah seluas 1000 m². Untuk bangunan rumah jamur di buat 6X9  tersebut, dinding di buat dari dinding anyaman bambu agar sirkulasi udara lebih mudah masuk dan keadaan lebih sejuk di dalamnya. Setelah bangunan siap di dalam rumah jamur tersebut di buat rak-rak dengan tinggi sekitar 3 meter, panjang 2,5 meter, dan lebar sekitar 20 cm. Ini berfungsi untuk menyimpan tumpukan baglog jamur yang di susun menumpuk ke atas.
2.    Penanaman
Penanaman jamur tiram sudah berupa baglog jamur yang di dalam media baglog jamur itu sendiri sudah tersedia unsur bibit yang siap tumbuh. Baglog jamur akan di tata menumpuk ke atas agar lebih tertata dan rapi.
3.    Perawatan
Untuk perawatan, selalu mengawasi keadaan suhu di dalam rumah jamur tersebut agar tetap dingin atau sejuk. Apabila terasa panas harus segera di semprotkan air ke setiap sudut ruangan hinggan keadaan suhu di dalam ruangan menjadi dingin.
4.    Pengendalian hama dan penyakit
Untuk hama dan penyakit pada jamur tidak begitu rumit, hama yang paling sering di temukan yaitu berupa semut atau serangga laron. Mereka akan hinggap di baglog jamur atau di jamur yang sudah tumbuh. Untuk pencegahannya di setiap rak-rak jamur di goresi kapur serangga untuk mencegah datangnya semut dan laron tersebut.
5.    Pemanenan
Apabila sudah memasuki waktu panen, jamur tiram ini akan tumbuh terus menerus setiap hari. Maka proses produksi akan setiap hari di lakukan, begitu juga untuk pemasarannya.

D.    Rencana Pemasaran

1.    Pemasaran
Pemasaran jamur tiram ini akan di pasarkan langsung atau di antar ke warung-warung sayur perumahan , atau apabila ada pesanan dalam jumlah yang cukup banyak akan di antar langsung.
2.    Promosi
Upaya-upaya yang akan di lakukan untuk mempromosikan usaha budidaya jamur tiram ini antara lain melalui informasi ke masyarakat langsung artinya dari konsumen satu ke konsumen lainnya.

                                         IV.    ANALISA KELAYAKAN USAHA

A.    Modal

-    Modal pribadi : Rp. 13.000.000,-

B. Proyeksi pendapatan

Harga jual/kg = Rp. 10.000,-
Jumlah panen = 1.710 kg setelah di kurangi 5%

Rp. 10.000 X 1710 = Rp. 17.100.000,-

C.  Proyeksi keuntungan

Keuntungan  = pendapatan – total pengeluaran
                     = Rp. 17.100.000 – Rp.10.930.000
                     = Rp. 6.170.000,-

D. Break even point (BEP)

-    BEP harga produksi =        Total biaya produksi
                                    Jumlah jamur tiram yang di jual
                                 =   Rp. 8.680.000
                                  1.710/kg
                        =  Rp. 5.076,-
Titik impas harga produksi di peroleh bila harga jual jamur tiram Rp. 7.897/kg dengan harga jual Rp. 12.000/kg maka titik impas tercapai. Itu artinya, usaha budidaya jamur tiram menguntungkan.

-    BEP volume produksi =       Total biaya produksi
                                            Harga jual jamur tiram
                                    =  Rp. 8.680.000
                                           Rp. 10.000
                                    =  868/kg
Titik impas volume produksi di peroleh bila volume produksi jamur tiram 868/kg, sedangkan volume produksi selama proses pengusahaan adalah 1.710/kg. Dengan demikian titik impas tercapai. Artinya, usaha budidaya jamur tiram menguntungkan.

                                                          V.    KESIMPULAN

 Dalam menjalankan usaha budidaya jamur tiram memiliki prospek yang cukup bagus dan menguntungkan, hal ini terlihat dari rencana laporan laba atau rugi pertahun yang di gambarkan dalam  12 bulan kedepan.
















 

Senin, 16 Desember 2013

MAKALAH KEHUTANAN

PELESTARIAN HUTAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
“ PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT “

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Kondisi kawasan hutan di indonesia dalam kurun 10 tahun terakhir menjadi problem yang sangat mencemaskan untuk negara kita. Berbagai persoalan seperti kebakaran lahan hutan, degradasi kawasan hutan, yang lebih mengkhawatirkan lagi yaitu pembalakan dan pencurian kayu. Fenomena ini tentu sangat merugikan negara terutama untuk kelangsungan hidup masyarakat dan ekosistem di dalam kawasan hutan. Tidak banyak yang dapat di lakukan untuk menangani persoalan ini, peran masyarakat dan pemerintah sangat di perlukan untuk mengkondisikan keadaan ini. Akhir-akhir ini masyarakat bersama pemerintah seakan terbangun dan sadar dengan keadaan yang terjadi, kemudian dengan gencar-gencar nya melakukan suatu  aktifits pembaharuan seperti rehabilitasi, atau penataan kembali sistem keamanan hutan. Untuk rehabilitasi di lakukan penanaman seribu pohon, atau program penanaman 1 milyar pohon, kemudiaan untuk penataan sistem keamanan hutan yaitu dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan hutan untuk berperan aktif dalam menjaga, mengawasi, dan memanfaatkan sumber daya dan aspek-aspek di dalam kawasan hutan itu sendiri. Dengan peran aktif masyarakat dalam mengawasi, menjaga dan memanfaatkan hutan ternyata sangat terbukti efektif dalam memecahkan persoalan-persoalan yang sedang di hadapi.

B.    TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) oleh pemerintah dan masyarakat yang berperan, kemudian mengidentifikasikendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program PHBM dilakukan dengan merangkul masyarakat sekitar hutan untuk bersama mengelola hutan dengan semangat berbagi peran, pemanfaatan lahan atau ruang, maupun hasil hutan dengan adanya bagi hasil yang diperoleh masyarakat sebagai kompensasi keterlibatannya dalam pelaksanaan PHBM. Partisipasi masyarakat  dalam pelaksanaan PHBM membuahkan hasil yaitu berkurangnya lahan kosong karena masyarakat dilibatkan dan mau terlibat dalam mengelola hutan serta dalam kegiatan reboisasi, menurunnya tingkat kerusakan serta tingkat pencurian kayu di hutan karena masyarakat juga terlibat dalam menjaga hutan, sehingga kelestarian dan keamanan hutan meningkat. Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat dalam pelaksanaan PHBM adalah kendala dalam kegiatan persiapan lapangan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan pengamanan hutan.  

C.    TINJAUAN PUSTAKA
Ani Purwati - 18 Jun 2010  Program penanaman 1 milyar pohon pada 2010 yang dicanangkan Presiden Desember 2009 lalu cukup baik untuk mengatasi kerusakan atau degradasi lahan dan hutan jika melibatkan masyarakat pedesaan dan dengan sistem insentif.
Semiloka “ Membangun Hutan Menata Masa Depan ” 2013 HUTAN DAN REALITAS SOSIAL MASYARAKAT KAWASAN HUTAN Oleh : G o l a r, Sekretaris Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LPPMP) Untad, Dosen Fakultas Kehutanan Untad Pendahuluan Sesuai Tema yang diberikan: “ Hutan, realitas sosial masyarakat kawasan hutan ”.
Teguh - 04 Oktober 2012 Pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM), PHBM meru¬pakan salah satu model penge¬lolaan hutan yang melibatkan peran serta masyarakat da¬lam upaya untuk pemberda¬yaan masyarakat. Bahkan PHBM ini dianggap sebagai salah satu jalan resolusi konflik dalam menekan kon¬flik-konflik kehutanan yang marak akhir-akhir ini.
Prawestya Tunggul Damayatanti - UPAYA PELESTARIAN HUTAN MELALUI PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

D.    PEMBAHASAN
Program penanaman 1 milyar pohon pada 2010 yang dicanangkan Presiden Desember 2009 lalu cukup baik untuk mengatasi kerusakan atau degradasi lahan dan hutan jika melibatkan masyarakat pedesaan dan dengan sistem insentif. Bukan sekedar saat menanam, tapi masyarakat diberi tugas untuk merawat hingga tanaman tetap tumbuh dengan baik hingga tingkat keberhasilan hidup tinggi. Pemilihan lokasi dan jenis tanaman juga harus tepat.  Pemilihan tanaman yang cepat tumbuh, tapi punya nilai ekonomis tinggi, kemudian untuk menanggulangi dan mencegah degradasi lahan lebih lanjut langkah yang seharusnya diambil oleh pemerintah dan semua elemen masyarakat adalah antara lain :
1.    Untuk lahan gambut
jangan membuka lahan gambut, jika sudah terlanjur terbuka hindari drainase yang berlebihan (tutup saluran-saluran drainase yang terdapat di lahan gambut). Jangan menggunakan api di lahan gambut, karena jika terbakar sulit diatasi dan cepat merambat ke lokasi lain (juga mengemisikan karbon dioksida dalam jumlah besar).  Moratorium gambut yang dicanangkan pemerintah baru-baru ini, harus didukung semua pihak (swasta, LSM, instansi pemerintah di daerah dan pusat) dan jangka waktu moratorium sebaiknya bukan dua tahun tapi hingga ada kajian lebih lanjut tentang pemulihannya.

2.    Kawasan hutan mangrove
Sedangkan untuk menanggulangi degradasi lahan di kawasan mangrove, langkah yang perlu ditempuh adalah segera menetapkan kebijakan (dan tegakkan aturannya) tentang lebarnya sabuk hijau (green belt), segera rehabilitasi wilayah pesisir yang mangrovenya sudah rusak (misal melalui penanaman), batasi pembangunan di wilayah pesisir (terutama yang membongkar hutan mangrove) karena jika terjadi kenaikan air laut akibat perubahan iklim, mangrove yang sehat dapat berperan sebagai benteng daratan dan mendukung berbagai kepentingan/infrastruktur lain di darat.  Lalu adakan kampanye besar-besaran tentang fungsi hutan mangrove dan gambut dalam rangka mitigasi dan adaptasi terhadap adanya perubahan iklim global.

 Untuk memperbaiki kerusakan hutan dan lahan yang terdegradasi, perlu terus dilakukan upaya penerapan teknik konservasi hutan, tanah, dan air dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Selain itu lahan harus digunakan sesuai peruntukkannya, dan tidak boleh melebihi daya dukungnya. Kegiatan ini selain untuk lebih meningkatkan kepedulian berbagai pihak akan pentingnya penanaman dan pemeliharaan pohon, juga merupakan bagian dari upaya mencegah atau mengurangi pemanasan global, dan perubahan iklim dengan memperbanyak penyerap karbon tentunya ini menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah yang cukup membantu.
Pengelolaan hutan ber¬ba¬sis masyarakat (PHBM) menjadi isu yang gencar-gencarnya didorong oleh peme¬rintah hari ini. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat meru¬pakan salah satu model penge¬lolaan hutan yang melibatkan peran serta masyarakat da¬lam upaya untuk pemberda¬yaan masyarakat. Bahkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini dianggap sebagai salah satu jalan resolusi konflik dalam menekan kon¬flik-konflik kehutanan yang marak akhir-akhir ini. Seiring dengan pelaksa¬naan Otonomi Daerah de¬ngan kondep desentralisasi memberikan kewenangan lebih bagi pemerintah daerah untuk mengelola wilayahnya serta kesadaran pemerintah akan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan, maka paradigma pengelolaan dan pembangunan kehutanan yang dulu berorientasi pada hutan sebagai penghasil kayu menjadi lebih pada menem-patkan masyarakat lokal sebagai pelaku utama penge¬lolaan sumber daya hutan.
Program pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini dilak¬sanakan dengan cara me¬man¬¬faatkan kawasan hu¬tan lin¬dung yang diatasnya belum dibebani hak serta belum dibuka ataupun ter¬lanjur dibuka oleh masyarakat se¬tem¬pat melalui penanaman Tanaman Serba Guna (Multi Purpose Trees Spestes) dan kawasan hutan produksi yang dapat ditanam dengan tana¬man kayu-kayuan yang dapat diambil hasilnya dengan berpi¬jak pada peraturan yang telah ditetapkan. Melalui program ini lahan yang semula terbuka bisa tertutup kembali oleh Tanaman Serba Guna (Multi Purpose Trees Spesies) dan masyarakat dapat mengambil manfaatsecara ekonomi dari hasil tanaman tersebut. Dengan program pengelolaan hutan berbasis masyarakat kerusakan hutan yang selama ini selalu dikaitkan kepada masyarakat sebagai perambah hutan dan peladang liar dapat dicegah dan ditanggulangi melalui peningkatan parti¬sipasi masyarakat dalam kebijakan dan pengelolaan sumberdaya hutan. Sehingga pada akhirnya masyarakat jauh dari bencana alam baik longsor mapun banjir, seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Kiranya jelas bahwa man-faat pengelolaan hutan berbasis masyarakat  bagi masyarakat, pemerintah dan terhadap fungsi hutan itu sendiri yaitu:
Pertama, bagi masyarakat (a) memberikan kepastian akses untuk turut mengelola kawa¬san hutan, (b) menjadi sumber mata pencarian, (c) keter¬sediaan air yang dapat diman¬faatkan untuk rumahtangga dan pertanian terjaga, dan (d) hubungan yang baik antara pemerintah dan pihak terkait lainnya.
Kedua, bagi pemerintah bermanfaat untuk, (a) sum¬bangan tidak langsung oleh masyarakat melalui reha¬bilitasi yang dilakukan secara swadaya dan swadana, dan (b) kegiatan hutan desa/nagari berdampak kepada penga¬matan hutan.
Ketiga, bagi fungsi hutan dan restorasi habitat, seperti; (a) terbentuknya keaneka ragaman tanaman, (b) ter¬jaganya fungsi ekologis dan hidro orologis, melalui pola tanam campuran dan teknis konservasi lahan yang diterap¬kan, dan (c) menjaga keka¬yaan alam flora dan fauna yang telah ada sebelumnya.
Selanjutnya melalui pengelolaan hutan berbasis masyarakat  ini secara tidak langsung akan dapat me¬ngembangkan ekonomi ma¬syarakat terutama yang bera¬da dipinggiran hutan. Salah satu contoh pengelolaan hutan yang dapat dibilang cukup berhasil melalui skema HKm yaitu di daerah Pabaraseng  Kab. Sidrap, Provinsi Sulawesi Selatan, Das Jeneberang. Kondisi awal lahan tersebut merupakan padang alang-alang dan sekarang ditumbuhi oleh pohon kemiri, jambu mente, jati putih. Setelah dikembangkan oleh masya¬rakat setempat maka masya¬rakat pun mendapatkan tam¬bahan pendapatan hingga Rp 10.100.000 /ha/tahun. Sudah jelas, manfaat apa saja yang bisa di ambil dari penerapan sistem pengelolaan hutan berbasis masyarakat tersebut.
Akan tetapi, pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% pendapatan total yang mereka terima. Hal ini disebabkan karena pengusahaan hutan rakyat masih merupakan jenis usaha sambilan. Tidak sepenuhnya masyarakat menggantungkan kehidupan dan perekonomian dari potensi hutan. Karena hutan juga menyediakan semua sumber daya nya berdasaran kurun waktu tertentu, tidak akan selalu tersedia melainkan memerlukan kurun waktu untuk memperbaharuinya. saha hutan rakyat pada umumnya dilakukan oleh keluarga petani kecil biasanya subsisten yang merupakan ciri umum petani Indonesia. Golongan petani subsisten tersebut menurut Scott (1976) memiliki kebiasaan mendahulukan selamat artinya apa yang diusahakan prioritas pertama adalah untuk mencukupi kebutuhan konsumsi sendiri, yang biasa disebut dengan etika subsisten. Luasnya cakupan penguasaan hutan memberikan sebaran kontribusi ekonomi yang juga cukup luas di masyarakat desa. Pada sub sistem produksi dan pengolahan, hutan rakyat juga memberikan kontribusi pendapatan terhadap orang-orang diluar pemilik hutan rakyat, misalnya buruh tani atau tenaga kerja lainnya. Ini dapat terlihat jelas pada hutan-hutan rakyat yang dikelola secara intensif maupun secara sambilan, dimana pengusahaan hutan rakyat ini mampu menyerap tenaga kerja di desa tersebut.
Untuk aktivitas pemasaran hasil, pengusahaan rakyat memberikan kontribusi pendapatan terhadap para pelaku dalam sistem distribusi. Dapat dipahami bahwa jika pengusahaan hutan dilakukan secara sambilan (input teknologi dan manajemen yang rendah) hanya memiliki manfaat langsung ekonomi kepada pemilik lahan dan tengkulak, sehingga belum nampak adanyakontribusi pendapatan terhadap pihak lain. Sedangkan pada pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan secara intensif, diperkirakan mampu memberikan manfaat ekonomi terhadap pihak-pihak penyedia input yang lebih luas. Dengan demikian peran pengusahaan hutan rakyat dalam perekenomian desa, minimal mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga pelaku hutan rakyat (secara mikro), yang pada gilirannya memberikan kontribusi terhadap pendapatan desa. Selain peran dalam memberikan kontribusi pendapatan, pengusahaan hutan rakyat juga mampu memberikan lapangan pekerjaan terhadap tenaga kerja produktif juga mampu menstimulir usaha ekonomi produktif lainnya sebagai produksi lanjutan dari pengusahaan hutan rakyat, bahkan hutan rakyat juga terbukti mampu meminimalisir dampak krisis moneter.
Untuk meningkatkan peran hutan rakyat dalam perekonomian desa maka perlu adanya intensifikasi pengelolaan hutan rakyat, sehingga hutan rakyat lebih mampu melebarkan spektrum perannya dalam meningkatkan perekonomian khususnya di pedesaan sebagai basis usaha hutan rakyat. Makin intensifnya pengusahaan hutan rakyat secara umum akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberikan kontribusi pendapatan yang lebih luas, karena para pelaku yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat makin banyak. Dengan terjadinya peningkatan pendapatan dari masing-masing individu yang terlibat dalam pengusahaan hutan maka secara tidak langsung, usaha hutan rakyat ini akan ikut mendongkrak perekonomian pedesaan.  Pengusahaan hutan rakyat dalam perekonomian pedesaan memegang peranan penting baik bagi petani pemilik lahan hutan rakyat maupun untuk tumbuhnya industri pengolahan kayu rakyat. Meskipun demikian, sampai saat ini masih banyak diterapkan apa yang disebut “daur butuh”, yakni umur pohon yang dipanen ditentukan oleh kebutuhan pendapatan.
Di masa mendatang sistem pemanenan seperti ini diharapkan akan berubah menjadi sistem pemanenan yangterencana karena semakin meningkatnya permintaan dari industri-industri pengolahan kayu yang berada dekat di daerah sekitar hutan rakyat, seperti industri penggergajian dan industri meubel. Permintaan kayu rakyat dirasakan semakin meningkat sejak pemerintah memberlakukan moratorium atau jeda balak. Dengan adanya kebijakan tersebut maka pasokan kayu dari hutan negara ke industri pengolahan kayu juga semakin berkurang. Dalam kondisi seperti ini, hutan rakyat muncul menjadi salah satu alternatif sumber pasokan bahan baku kayu.

Permasalahan hutan rakyat yang muncul sampai saat ini meliputi empat aspek
yaitu: a) produksi, b) pengolahan, c) pemasaran dan d) kelembagaan. Aspek produksi,
khususnya tentang struktur tegakan dan potensi produksi, penelitian Hardjanto (2003)
menemukan bahwa disatu sisi struktur tegakankayu rakyat menunjukkan struktur hutan normal, namun disisi lain ternyata pohon-pohon yang dijual mengalami penurunan kelas diameter. Hal ini berarti akan mengancam kelestarian tegakan hutan rakyat, dan sekaligus berarti mengancam pula kelestarian usahanya. Aspek pengolahan yang dimaksud disini adalah semua jenis tindakan/perlakuan yang merubah bahan baku (kayu bulat) menjadi barang setengah jadi maupun barang
jadi. Masalah terbesar saat ini pada aspek pengolahan adalah masalah jumlah dan
kontinuitas sediaan bahan baku. Sementara itu permasalahan pada aspek pemasaran
meliputi beberapa hal antara lain yaitu: sistem distribusi, struktur pasar (market
structure), penentuan harga, perilaku pasar (market conduct) dan keragaan pasar (market performance). Kelembagaan yang mendukung pada setiap sub sistem juga masih perlu disempurnakan agar kinerja usaha hutan rakyat secara keseluruhan menjadi lebih baik.

E.    KESIMPULAN
Dalam struktur sistem usaha, pihak petani berada dalam posisi “termiskinkan”,
dimana nasibnya ditentukan oleh pelaku lain. Dengan demikian sudah seharusnya tujuan utama dalam strategi dan program pengembangan usahan kayu rakyat adalah pemberdayaan dan peningkatan pendapatan petani, mewujudkan kelestarian usaha dan kelestarian sumberdaya kayu rakyat. Untuk itu secara umum diperlukan kebijakan dan program operasional dalam bidang: pemasaran,subsidi, pemanfaatan lahan (terlantar, negara), peningkatan teknologi, permodalan, perencanaan sumberdaya (hutan) secara terpadu dalam setiap kabupaten dan atau antar kabupaten. Disamping itu perlu dilakukan revisi terhadap kebijakan yang sedang dan akan berlaku yang pada akhirnya memberatkan petani, seperti pajak dan retribusi yang tidak tepat, rencana pengenaan semacam provisi sumberdaya hutan (PSDH) terhadap kayu rakyat dan sebagainya. Dari uraian tersebut di atas, secararingkas permasalahan pengelolaan hutan rakyat masih sangat banyak. Permasalahan tersebut terdapat pada keempat sub sistemnya yaitu sub sistem produksi, pengolahan, pemasaran dan kelembagaan. Oleh karenanya tugas-tugas penelitian masih sangat terbuka lebar pada setiap sub sistem tersebut. Namun demikian jika prioritas penelitian harus dilakukan, maka sebaiknya diletakkan pada penelitian yang terfokus untuk mewujudkan kelestarian hutan rakyat dan kelestarian usahanya dengan mengedepankan peningkatan manfaat yang diterima oleh petani pemiliknya.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.dephut.go.id/files/ekonomi_hr.pdf
http://panchesatoko.blogspot.com/2013/01/pelestarian-hutan-memberi-manfaat-bagi.html
http://piliangsani.blogspot.com/2012/04/pelaksanaan-pengelolaan-hutan-berbasis.html
http://artikelperpustakaanfktugm.blogspot.com/2013/05/dengan-insentif-dan-libatkan-masyarakat.html
http://www.harianhaluan.com
http://www.google.com
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas/article/view/2296
http://indonesiaforest.webs.com/hutan_ro.pdf
http://forester-untad.blogspot.com/2013/04/hubungan-masyarakat-dengan-hutan.html